A.
Permasalahan
Dalam Mawaris
Adapun masalah-masalah
sekitar hukum waris menyangkut beberapa hal sebagai berikut :[1]
1.
Menyangkut
perhitungan hak waris
A. Aul
Masalah ‘aul muncul ketika pada pembagian
harta warisan dzaw al-furudh tidak ada anak laki-laki (‘ashabah), sehingga
jumlah harta yang harus dibagikan masih kurang dari ketentuan yang seharusnya.
Misalnya, ahli waris yang ada terdiri dari dua anak perempuan, ayah, ibu dan
suami.
B. Radd
Masalah raad muncul ketika pada pembagian
dsaw al furudh tidak ada anak laki-laki, sehingga jumlah harta yang harus
dibagikan melebihi ketentuan dari yang seharusnya. Misalnya, ahli waris yang
ada hanya terdiri dari ibu, seorang anak perempuan, dan cucu perempuan.
2.
Pengunduran diri dari
menerima waris.
Pengunduran
diri dari menerima waris adalah pengunduran diri dalam arti tidak menerima
bagian waris yang harus diterimanya, dengan mendapat ganti uang atau barang
atas permintaannya atau persetujuan salah seorang atau seluruh ahli waris. Hal
ini dibenarkan selama dilakukan atas kerelaan, sebagai mana yang pernah terjadi
dimasa sahabat.
3.
Anak dalam kandungan
Menurut
ilmu fiqih, kedudukan anak dalam kandungan termasuk kategori ajliyah al-wujub
al-naqishah ( kemampuan memiliki yang belum sempurna), yang dibedakan dari
kategori ahliyah al wujub al kamilah (kemampuan memiliki yang sempurna).
Kedudukan anak sebagai ahli waris tergantung kepada keadaannya setelah lahir ke
dunia. Dalam suatu hadits Rasulullah SAW bersabda :
“Jika
anak itu menangis, maka ia hendak menerima waris” (HR. Abu Daud)
Jika
janin tersebut hidup, maka ia hendak mendapatkan waris. Namun, jika ia
meninggal, maka ia tidak mendapatkannya.
4.
Mafqud
Mafqud
adalah orang yang tidak diketahui pasti keberadaannya, apakah dia masih hidup
atau sudah meninggal. Dalam kasus seperti ini, masalah waris mewaris haruslah
menunggu keputusan hakim terlebih dahulu, apakah orang tersebut masih hidup
atau sudah meninggal. Jika
keputusan itu menetapkan bahwa yang bersangkutan masih hidup, maka hak warisnya
harus disimpan. Sebaliknya, jika keputusan itu menetapkan ia telah meninggal,
maka hak warisnya harus di bagikan kepada ahli waris yang ada.
Dalam
kondisi seorang mafqud adalah satu satunya ahli waris atau sebagai ahli waris
yang menghalangi kedudukan ahli ahli waris lainnya, maka pembagian waris harus
di tangguhkan hingga jelas permasalahannya. Keputusan
hakim tentang waktu ‘kematian’ mafqud sangat berpengaruh terhadap pembagian
waris. Jika keputusan itu terjadi ketika pewaris masih hidup, maka ia tidak
memperoleh harta waris. Namun, jika keputusan itu sesudah kematian pewaris,
maka ia dari memperoleh bagiannya dari harta yang disimpan.
5.
Kedudukan ahli waris
dzaw al arham
Ahli
waris dzaw al arham adalan orang orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan
pewaris, yang tidak termasuk kelompok dzaw al furudh, dan tidak pula dijelaskan
hak warisnya baik dalam Al Quran maupun Sunnah. Jika kerabat yang termasuk
kelompok ashabah adalah laki laki dalam garis keturunan laki laki, maka dzaw al
azham adalah perempuan atau laki laki melalui garis keturunan perempuan.
6.
Mawani al-Irts
Secara
harfiah mawani al irts berarti terhalang dari hak waris. Maksudnya, orang orang
yang terkena sebab tertentu tidak berhak mendapat warisan, seperti perbudakan
atau berbeda agama, atau melakukan pembunuhan. Dengan kata lain, seseorang
karena perbudakan, berbeda agama dan atau melakukan pembunuhan kehilangan
haknya sebagai ahli waris.
B. Sebab Sebab dan Halangan
Waris Mewarisi
1.
Sebab sebab waris mewarisi[2]
a. Sebab nasab (hubungan kerabat.
Seseorang akan memperoleh warisan sebab adanya
hubungan kerabat keluargamisalnya seorang anak akan mendapatkan
memperoleh harta warisan dari bapaknya atau seseorang akan mendapatkan harta
warisan dari saudaranya.
b. Sebab pernikahan yang sah.
Hubungan suami istri
yang diikat oleh adanya akad nikah.
c. Sebab wala’ atau sebab jalan memerdekakan
budak
Seseorang yang
memerdekakan hamba sahaya berhak untuk mendapatkan harta warisan dari hamba
sahaya tersebut kala ia meninggal dunia.
d. Sebab kesamaan agama
Ketika seseorang
muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris maka harta warisannya
dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat islam.
2.
Sebab-sebab tidak mendapatkan warisan:
a. Pembunuh
Orang yang telah
membunuh salah satu dari anggota keluarganya maka ia tidak berhak untuk
mendapatkan warisan dari orang yang di bunuh.
b. Budak
Seseorang yang
berstatus budak tidak berhak menerima warisan dari tuannya.begitupun juga
sebaliknya
c. Perbedaan agama
Orang islam tidak
berhak mendapatkan harta warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat
keluarganya begitupun juga sebaliknya.
C. Istilah Istilah
Mawaris
1.
Waris : ahli waris yang berhak mendapat
warisan
2.
Muwaris :
Orang yang mewarisi
3.
Al Irs :
waris yang siap dibagi kepada ahli waris
4.
Tirkah :
harta yang belum siap dibagikan.
5.
Warasah :
harta yang di terima oleh ahli waris.
D. Ahli Waris yang
Tidak Bisa Gugur Haknya:
1.
Anak laki laki
2.
Anak perimpuan
3.
Bapak
4.
Ibu
5.
Suami
6.
Istri
E. Klasifikasi Ahli Mawaris
Para ahli waris atau
orang orang yang mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal dunia dalam
beberapa kelompok yaitu :[3]
a. Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah ialah orang yang berhak
memperoleh bagian harta peninggalan, karena terjalin hubungan perkawinnan
dengan orang yang meningggal dunia. Misalkan hubungan seorang laki laki dan
perempuan yang sudah dalam ikatan suami istri, dengan adaya ikatan suami istri
berarti sudah terikat dengan ahli waris ini. Kedudukan mereka sebagai ahli waris di tetapkan oleh. Firman Allah
Surat An-Nisa:12
“Dan bagimu ( suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri
istrimu, jika dia tidak empunyai anak maka kamu memdapat seperempat dari harta
yang di tinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau sudah
dibayar hutangya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak, dan jika mempunyai anak maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tingalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau sudah dibayar hutang-hutangmu.” (Q.S An-Nisa:12).
Suami dan istri tersebut dapat mewarisi apbila
hubungan mereka memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1) Dengan syarat perkawinan mereka sah
menurut syara’ yakni dengan akad perkawinan yang di penuhi rukun rukun dan
syarat syaranya.
2) Dan masih berlangsung hubungan perkawinan
mereka.
b. Ahli Waris Nasabiyah
Ahli waris ini adalah orang yang berhak
memperoleh bagian harta peninggalan karena ada hubungan nasab (darah/keturunan)
dengan orang yang meninggal dunia. Orang orang yang berhak menerima warisan
dari segi nasab terbagi menjadi 3 bagian:
1) Furu’ul mayit : Hubungan nasab garis
keturunan kebawah,seperti anakorangayangmeninggal dunia (anak).
2) Ushul mayit : orang orang yang
menyebabkan adanya (lahirnya) orang yang meninggal dunia /dapat dikatakan pula
yaitu orang orang yang menurunkan orang yang meninggl dunia.
3) Al Hawasyis : hubungan nasab ini adalah hubungan
kearah samping diantaranya saudara, paman beserta anak mereka masing masing.
c. Ahli Waris laki laki
Para ahli waris sebagai yang teah disebutkan
jika dikelompokan kembali tetapi yang laki laki saja maka mereka itu sebagai
berikut : Suami, Anak laki laki, Cucu laki laki dari pancar laki laki, Ayah,
kake shahih, saudara laki laki sekandung, saudara laki laki seayah, saudara
laki laki seibu, anak laki laki dari saudara laki laki sekandun, anak laki laki
dari saudara laki laki seayah, paman sekandug, paman seayah, anak laki laki
dari dari paman sekandung, Anak laki laki dari paman seayah.
d. Ahli Waris Perempuan
Demikian ahli waris dari jalur ibu, kebalikan dari julur laki laki dan
yang telah disebutkan sebulumnya, dan jika dikelompokan yang wanita saja adalah
sebagai berikut : istri, ana perempuan, cucu perempuan dari pancar laki laki,
ibu, nenek shahihah, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah,
saudara perempuan seibu.
e. Ahli Waris Ashhabul Furudh
Ahli waris yang ditetapkan oleh syara’
memperoleh bagian tertentu dari al furudhul muqaddarah dalam pembagian harta
peninggalan. Ahli waris ini ada dua belas: suami, istri, ayah, ibu, anak perempuan, cucu
perempuan, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah,saudara laki
laki seibu, saudara perempuan seibu, kake shahih, nenek shahihah.yang dimaksud bagian-bagian tertentu itu ada 6
yaitu :
1) 1/2
2) 1/4
3) 1/8
4) 1/3
5) 2/3
6) 1/6
f. Ahli Waris ‘Ashabah
Ialah ahli waris yang tidak memperoleh dari
bagian-bagian tertentu dalam suatu pembagian harta peninggalan. Atau dalam kata
lain mewarisi harta peninggalan setelah harta peninggalan itu diambil oleh ahli
waris yang telah menurut pembagiannya masing masing. Macam macam Ashabah:
Ashabah Nasabiyah, Al Hawasyiy, Al Hawasyil,
g. Ahli Waris Dzawil Arham
Dalam hukum mawaris, dzawil arham ahli waris
karena ada hubungan nasab dengan orang yang meninggal dunia, tetapi selain
furudh dan ‘ashabah. Para ulama berpendapat arham dapat mewarisi harta
peninggalan dari orang yang meninggal dunia yang sama sekali tidak mempunyai
ahli waris ‘ashhabuk furudh maupun ahli waris ‘ashabah atau jika orang yang
meninggal dunia itu tidak meninggalkan ahli waris ashhaabul furudh tetapi masih
ada sisa harta peninggalan yang tidak dapat ditambah kepada ahli waris ashhabul
furudh yang ada itu.
h. Ahli Waris Maulal Mutiq
Ahli Waris ini ialah seseorang baik laki laki
maupun perempuan yang menjadi ahli waris dari seorang beka hamba karena ia yang
memerdekakannya. Ahli waris perempuan tidak dapat mewarisi harta peninggalan
bekas hamba yang telah dimemerdekakannya itu, sebagai conth apabila sesorang
maulal mu’tiq meninggal dunia dan meninggalkan anak laki-laki dan perempuan,
maka yang mewarisi harta peninggalan bekas hamba yang dimemerdakakannya oleh
ayahnya itu anak laki lakinya saja.
F. Pembagian Mawaris
Allah mensyariatkan (mewajibkan ) kepadamu
tentang pembagian warisan untuk anak anakmu.[4]
1.
Bagian seorang laki laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan.
2. Dan jika
itu semua anaknya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, Maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan.
3. Dan jika
dia anak perempuan seorang saja maka dia mendapatkan 1/5 dari harta yang ditinggalkan.
4.
Dan
bapak ibunya bagian masing masing 1/6
dari harta yang di tinggalkan.
5.
Dan apabila yang meninggal tidak punya anak
maka harta itu jatuh pada bapak ibunya mendapatkan 1/3 dari harta itu.
6.
Dan
apabila yang meninggal mempunyai saudara maka bagian bapak ibunya mendapat 1/6.
7.
Dan bagi suami mendapatka 1/2 harta yang di tinggalkan
oleh istri tapi bagian itu apabila tidak mempunyai anak, apabila mempunyai anak
maka mendapatkan1/4 bagian.
8.
Bagi para istri akan pendapatkan 1/4 harta yg ditinggalkan suami
apabila dia tidak punya anak.
Pembagian pembagian
terebut apabila sudah terpenuhi wasiatnya dan hutan hutangnya sudah terbayar
lunas semua.
G.
‘Ashabah
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari “ashib” yang artinya mengikat, menguatkan
hubungan kerabat atau nasab. Menurut syara’ ‘ashabah adalah ahli waris yang
bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta
setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudh. Ahli waris yang menjadi
ashabah mempunyai tiga kemungkinan:
1. Mendapat seluruh harta waris saat ahli
waris dzawil furudh tidak ada.
2. Mendapat sisa harta waris bersama ahli
waris dzawil furudh saat ahli waris dzawil ada.
3. Tidak mendapatkan sisa harta warisan
karena warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh.
Ashabah ada tiga
macam:
1. ‘Ashabah Binafsihi
Yaitu ahli waris
yang menerima sisa harta warisan dengan
sendirinya, tanpa disebabkan orang lain.
2. ‘Ashabah Bilghair
Yaitu anak
perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika
bersama saudara laki-laki mereka masing-masing.
3. ‘Ashabah Ma’algha’ir
Yaitu ahli waris
perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain.
H.
Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang,
baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena
ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaanya dengan orang yang meninggal.Hijab
dibagi menjadi dua macam :[5]
1. Hijab Hirman
Yaitu penghapusan seluruh bagian , karena
ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal. Contoh:
cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak
laki-laki.
2. Hijab Nuqshon
Yaitu pengurangan bagian dari harta
warisan, karena ada ahli waris lain yang membersamai. Contoh: ibu mendapat 1/3
bagian, tetapi kala yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau beberapa
saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar